BAB I
PENDAHULUAN
UUD
Negara RI Tahun 1945 setelah perubahan, Pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa
“kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
Perubahan
tersebut bermakna bahwa kedaulatan rakyat tidak lagi dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR, tetapi dilaksanakan menurut kekuatan Undang-Undang Dasar. Salah satu wujud dari kedaulatan rakyat adalah penyelenggaraan Pemilu baik untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD maupun untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden.
tersebut bermakna bahwa kedaulatan rakyat tidak lagi dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR, tetapi dilaksanakan menurut kekuatan Undang-Undang Dasar. Salah satu wujud dari kedaulatan rakyat adalah penyelenggaraan Pemilu baik untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD maupun untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden.
Kedaulatan
diartikan sebagai kekuasan yang tertingi, yaitu kekuasan yang tidak dibawah
kekuasan lain.[1]
Dalam
rumusan baru ini terkandung ide;42 (a) kedaulatan di tangan rakyat, atau asas
demokrasi, dan (b) bahwa pelaksanan kedaulatan tersebut diatur dalam Undang-
Undang Dasar atau berdasar asas konstiusionalisme. Perumusan yang baru ini
memang berbeda dengan perumusan yang lama , dimana pada rumusan yang lama pada
hakekatnya Pasal 1 ayat 2 norma hukumnya berisikan ketentuan transformatif atau
pengalihan mutlak dari kedaulatan di tangan rakyat kesebuah lembaga yaitu MPR.[2]
Pemilihan
Umum (Pemilu) Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat merupakan
suatu proses politik bagi bangsa Indonesia menuju kehidupan politik yang lebih
demokratis dan bertanggungjawab. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang
memperoleh dukungan yang kuat dari rakyat karena melalui pemilihan umum rakyat
dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden sehingga mampu menjalankan
fungsi-fungsi kekuasaan pemerintahan Negara dalam rangka tercapainya tujuan
nasional sebagaimana diamanatkan dalam UUD Negara RI Tahun 1945
RUMUSAN
MASALAH
a. Bagaimana
syarat dan proses pemilihan umum presiden dan wakil presiden?
b. Ketentuan
apa saja yang menjadi acuan dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden?
TUJUAN
a. Untuk
mengetahui bagaimana syarat dan proses pemilihan umum presiden dan wakil
presiden
b. Untuk
mengetahui ketentuan apa saja yang menjadi acuan dalam pemilihan umum presiden
dan wakil presiden
BAB
II
PEMBAHASAN
Dari persfektif hukum tata Negara pemilihan presiden
dan wakil presiden secara langsung adalah keharusan konstitusional. Ketentuan konstitusional
tentang pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung sudah final
sebagai keputusan politik nasional yang dituangkan dalam perubahan UUD 1945.[3]
UUD 1945 tidak
mengatur secara jelas pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, persoalan ini
justru diatur lebih terinci dalam ketetapan MPR No. VI/MPR/1999 tentang
Tatacara penyalonan dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI.
Pasal 6 ayat (1)
UUD 1945 menyebutkan persyaratan bagi Presiden ialah orang Indonesia asli, tetapi tidak ada penjelasan lebih lanjut
tentang maksud pernyataan orang Indonesia
asli. Pencantuman kata-kata “asli”
untuk konteks sekarang ini memiliki makna yang condong kontroversi. Bagi
penduduk Indonesia yang menjadi warga Negara tetapi bukan “asli” tidak mempunyai peluang menjadi presiden. Sementara untuk
mencari siapa penduduk Indonesia yang “asli”
juga sama sulitnya. Mengingat sebagian besar penduduk Indonesia sekarang ini
bukan asli berasal dari nenek moyang yang mendiami wilayah Indonesia beribu-ribu
tahun lalu. Penghilangan kata “asli”
diharapkan akan menghilangkan kontroversi tentang mana penduduk asli Indonesia
dan mana yang bukan. Disamping itu juga menghilangkan kesan adanya diskriminasi
etnis.[4]
Kemudian dalam
Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 menyebutkan “Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
dengan suara yang terbanyak”. Hal ini memberi implikasi bahwa rakyat tidak
dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden. Dalam hal pemilihan
presiden dan wakil presiden melalui MPR maka dapat memunculkan intrik-intrik
politik bahwa calon presiden yang mempunyai dukungan politik terbanyak di MPR
lah yang dengan mudah dapat menjadi presiden.
Kemudian setelah
dilakukan perubahan ketiga UUD 1945 melalui Sidang Tahunan MPR 2001,
persyaratan bagi calon Presiden dan Wakil Presiden semakin Nampak jelas diatur
didalam Pasal 6 UUD 1945, yang berbunyi sebagai berikut:[5]
(1)
Calon
Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga Negara Indonesia sejak
kelahirannya dan tidak pernah menerima kewerganegaraan lain karena kehendaknya
sendiri, tidak pernah mengkhianati Negara, serta mampu secara rohani dan
jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil
Presiden.
(2) Syarat-syarat untuk menjadi
Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan
undang-undang.
Ketentuan
didalam Pasal 6 Perubahan Ketiga UUD 1945 tidak lagi mencantumkan persyaratan
bagi calon Presiden dan Wakil Presiden harus orang Indonesia “asli”, tetapi dipersyaratkan “harus seorang warga Negara Indonesia sejak
kelahirannya dan tidak pernah menerima kewerganegaraan lain”.
Adapun
pengertian dari “warga negara” sebagaimana diatur dalam Pasal 6, dapat kita
temukan penjelasannya dalam Pasal 26 UUD 1945, yang berbunyi, “Yang menjadi
warga Negara ialah orang-orang bangsa Indonesia dan orang-orang bangsa lain
yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara”. Hal ini lebih selaras
dengan semangat yang dibangun oleh Pasal 27 UUD 1945 yang menyatakan “Segala warga Negara bersamaan kedudukannya
di dalam hukum dalam dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu, dengan tidak ada kecualinya”. Berdasarkan pemikiran di
atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan warga Negara Indonesia yang
dapat menjadi calon Presiden adalah warga Negara karena kelahiran (natural born citizen) dan bukan
“bumiputra” seperti dimaksud IS Pasal 163. Jadi, setiap warga negara Indonesia
karena kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain berhak
menjadi Presiden. Sedangkan warga Negara Indonesia karena kewarganegaraan atau
sebab-sebab lain seperti adopsi atau perkawinan tidak berhak menjadi Presiden.
Kemudian di
dalam Pasal 6A diatur mengenai mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
sebagai berikut :
(1)
Presiden
dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
(2)
Pasangan
calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan
dari partai politik peserta pemilihan umum sebagai pelaksanaan pemilihan umum.[6]
(3)
Pasangan
calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh
persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh
persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah
provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.[7]
(4)
Dalam
hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan
calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum
dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara
terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.[8]
(5)
Tata
cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur
dalam undang-undang.
Perubahan
signifikan yang dilakukan oleh MPR terhadap Pasal 6 UUD 1945 antara lain mencabut
wewenangnya sendiri (MPR) untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, sehingga
di tahun 2004 kita akan melakukan pemilihan presiden dan wakil presiden secara
langsung olah rakyat tanpa melalui perwakilan, sehingga dapat menghindari
intrik politik yang ada didalam MPR.
Kemudian
didalam Pasal 9 ayat (1) UUD 1945 (Perubahan Pertama) menyebutkan, “sebelum memangku jabatannya, Presiden dan
Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh
dihadapan Majelis Permusyawaratan rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat…” ayat
(2) menyebutkan, “Jika Majelis
Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat mengadakan
siding, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji
dengan sungguh-sungguh dihadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan
disaksikan olah pimpinan Mahkamah Agung”.[9]
Perubahan
Pasal 9 ini dilatarbelakangi peristiwa naiknya B.J. Habibie dari Wakil Presiden
menjadi Presiden menggantikan Presiden Soeharto, yang turun karena desakan
masyarakat luas melalui reformasi tahun 1998. B.J. Habibie dilantik menjadi
Presiden di Istana Negara karena MPR tidak dapat melangsungkan sidangnya,
gedung MPR disusuki oleh masyarakat.
Dengan
adanya perubahan dalam mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden melalui
pemilihan secara langung oleh rakyat, akan memberikan warna baru dalam
perjalanan ketatanegaraan Indonesia ke depan. Langkah ini dipandang lebih
demokkratis dibandingkan masa sebelumnya, karena sering kali muncul distorsi
demokrasi dalam pemilihan presiden dan wakil presiden yang dilakukan oleh
wakil-wakil rakyat.
Disamping
itu, presiden dan wakil presiden terpilih akan memiliki legistimasi yang kuat
karena langsung dipilih oleh rakyat. Jadi, presiden memiliki mandat langsung
dari rakyat. Yang perlu diantisipasi kedepan adalah agar kekuasaan yang besar
itu tidak disalahgunakan oleh presiden dan wakil presiden, maka pengawasan dari
masyarakat dan lembaga Negara yang lain harus dioptimalkan.
Dengan
adanya perubahan tata cara pemilihan presiden dan wakil presiden sebagaimana
diatur dalam Pasal 6A UUD 1945, maka Ketetapan MPR No. VI/MPR/1999 tentang Tata
cara Pencalonan dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI dicabut melalui
Ketetapan MPR No. VI/MPR/2002, karena materinya sudah diinterogasikan kedalam
pasal-pasal UUD 1945. Ketentuan lebih lanjut tentag Pemilihan Presiden dan
Wakil Presien diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan
Umum Presiden dan Wakil Presiden (Lembaran Negara RI Tahun 2003 Nomor 93), yang
disahkan pada tanggal 31 Juli 2006.
BAB
III
PENUTUP
Ada
beberapa alasan yang amat mendasar untuk melakukan pemilihan presiden secara
langsung oleh rakyat, yaitu presiden yang dipilih melalui pemilihan langsung
akan mendapatkan mandat dan dukungan yang lebih nyata dari rakyat. Kemauan
orang-orang yang memilih akan menjadi pegangan presiden dalam melaksanakan
kekuasaanya. Selain itu pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat secara
otomatis akan menghindari intrik-intrik politik dalam proses pemilihan dengan
sistem perwakilan.
Pemilihan
presiden langsung akan memberikan kesempatan luas kepada rakyat untuk
menentukan pilihan secara langsung tanpa mewakilkan kepada orang lain.
Kecendrungan dalam system perwakilan adalah terjadinya penyimpangan antara
aspirasi rakyat dengan wakilnya. Ini makin diperparah atas dominannya pengaruh
partai politik yang telah mengubah fungsi wakil rakyat menjadi wakil partai
politik. Kemudian pemilihan langsung juga dapat menciptakan perimbangan antara
berbagai kekuatan dalam penyelenggaraan Negara terutama dalam menciptakan
mekanisme Checks and Balances antara
presiden dengan lembaga perwakilan karena sama-sama dipilih rakyat.
[1] Edy
Purnama, Negara Kedaulatan Rakyat, ( Jakarta: Nusamedia,207), hlm. 9
[2]
Harjono, Studi Hukum Tata Negara Pasca Perubahan Ke IV, ( Jakarta: Badan
Pembinan
Hukum Nasional Departemen Hukum Dan Ham Republik
Indonesia, 205), Hlm.17
[3]
Dahlan Thaib, Ketatanegaraan Indonesia : persfektif
konstitusional, Total media, Yogyakarta 2009 hlm 114
[4]
Ni’matul Huda, Politik Ketatanegaraan
Indonesia Kajian terhadap Dinamika Perubahan UUD 1945, FH UII PRESS,
Yogyakarta, 2003, hlm. 78-79. Dikutip dari Slamet Effendy Yusuf dan Umar
Basalim, Reformasi Konstitusi Indonesia, Pustaka Indonesia Satu, Jakarta, 2000,
hlm. 158.
[5] Ibid, hlm. 79. Lebih lanjut tentang syarat calon Presiden dan Wakil
Presiden lihat dalam Pasal 6 UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
Preseiden dan Wakil Presiden.
[6] Ibid, hlm. 81. Dikutip dari Ketentuan Lebih lanjut dalam Pasal 5 UU
No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
[7] Ibid, hlm. 81. Dikutip dari Ketentuan lebih lanjut dalam Pasal 66
UU No. 23 Tahun 2003.
[9] Lebih lanjut lihat dalam pasal
69 UU No. 23 Tahun 2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar